Norodom Sihanouk, Bapa Raja untuk Rakyat Kamboja


Tanggal 15 Oktober 2012 sekitar pukul 02:00 dini hari Waktu Beijing, His Majesty King Father Norodom Sihanouk menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit di Beijing. Kepergiannya karena serangan jantung itu, yang hanya berjarak dua minggu dari hari kelahirannya,  tetap saja terasa mengejutkan dan membawa dukacita yang mendalam bagi seluruh penghuni Royal Residence di Beijing dan Phnom Penh dan tentu saja seluruh negeri Kamboja. Bendera diturunkan menjadi setengahnya untuk mengungkapkan rasa duka cita di seluruh negeri.

Royal Family October 2011

Pada bulan Oktober 2011 lalu ia kembali ke Phnom Penh dalam kondisi cukup sehat setelah berbulan-bulan menjalankan pengobatan di Beijing. Bahkan ia tampil di depan publik untuk seluruh rakyat Kamboja saat peringatan 20 tahun kembalinya dari pengasingan sekaligus ulang tahunnya ke 89, yang dirayakan secara meriah pada akhir Oktober 2011 lalu. Dan seperti biasanya dalam pidatonya, ia mengungkapkan rasa cintanya yang mendalam terhadap Kamboja. Dalam kesempatan lain ia mengatakan apabila ajalnya tiba, ia ingin berada di Kamboja, di tanah air tercintanya. Selama 3 bulan setelahnya setiap hari ia tetap kuat menjalankan hari-harinya berjuang dalam pergulatan melawan kanker, diabetes dan hipertensi dan penyakit lain yang menggerogoti tubuh tuanya.

Akhirnya pada pertengahan bulan Januari 2012 kondisinya mengharuskan ia kembali ke Beijing untuk menjalankan pengobatan dan penanganan medis yang lebih efektif. Pada bulan itu juga, ia menuliskan wasiat agar dikremasi apabila ia mangkat dan abunya diletakkan pada sebuah guci yang ditempatkan di stupa berlapis emas di Royal Palace. Sepuluh bulan setelahnya, ia tetap didampingi oleh Ratu Monineath, yang telah mendampingi sepanjang pernikahannya sejak 12 April 1952. Dalam waktu sepuluh bulan itu, bersama Ratu Monineath ia tetap menerima tamu-tamu yang datang ke Royal Residence di Beijing.

Kelahiran 31 Oktober 1922, Norodom Sihanouk menjadi raja menggantikan ayahnya, Raja Sisowath Monivong pada tahun 1941 dan bertahta hingga tahun 1955, dan digantikan oleh Raja Norodom Suramarit. Kemudian setelah berganti-ganti peran dalam politik, Norodom Sihanouk kembali menduduki tahta pada tahun 1993 hingga tahun 2004. Pada 7 Oktober 2004 ia mengundurkan diri karena pertimbangan kesehatan dan menyerahkan tahtanya kepada anak sulungnya dari Ratu Monineath, Norodom Sihamoni.

Selain dikenal sebagai politikus yang tangguh, ia dikenal juga sebagai penggila mobil-mobil berkecepatan tinggi, ia juga merupakan pemain dan sutradara film, pemain saxofon, penggubah lagu berbahasa Khmer, Inggris dan tentu saja Perancis. Lebih lagi, ia juga dikenal sebagai  penyuka makanan dan wine Perancis. Dalam bidang olah raga ia menjadi bagian dari regu bola di kalangan istananya.

Dalam hubungannya dengan Indonesia, nama Norodom Sihanouk dikenal baik, terutama pada generasi yang lebih senior. Selama pemerintahan mantan Presiden Soeharto, ia beberapa kali datang ke Indonesia melakukan kunjungan kenegaraan. Di dalam gallerynya di kompleks Royal Palace, Phnom Penh, terdapat foto hitam putih bersama mantan Presiden Soekarno, yang merupakan salah satu tokoh dunia pada saat itu.

Kepergiannya tepat pada hari Pchum Ben seakan menambahkan kesakralan nilai dari hari yang dirayakan secara tradisional oleh masyarakat Kamboja. Hari Pchum Ben merupakan hari dimana semua orang Kamboja pulang ke kampungnya masing-masing untuk berkumpul dan berdoa ke pagoda untuk memperingati arwah para leluhur. Ia telah pergi selamanya, membuat Kamboja hening dalam perkabungan walaupun selama tiga bulan ke depan tubuhnya tetap dapat disaksikan.

Asia Tenggara melepaskan lagi seorang tokohnya, seorang maharaja pembawa harumnya nilai kemerdekaan bagi sebuah negara, bagi Kamboja. Seorang pengukir sejarah, bagi dunia.

Selamat Jalan Bapa Raja…, Reposez en paix, Le Roi Père du Cambodge

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.